Beranda | Artikel
Menjaga Agama di Tengah Maraknya Penyimpangan
Jumat, 17 Mei 2024

Saudaraku, apabila kita mencoba menelusuri berbagai penyimpangan manusia terhadap agama yang mulia ini, maka akan kita dapati bahwa kelompok-kelompok penyimpang tersebut amatlah banyak. Mulai dari penyimpangan terhadap prinsip dasar Islam, Iman, Akidah, Tauhid, dan perkara-perkara agama yang telah jelas hukumnya.

Meski demikian, dari generasi ke generasi, tetap saja ada manusia yang condong kepada kekeliruan dalam memahami agama yang mulia ini. Bahayanya, manusia-manusia seperti itu dapat mempengaruhi agama seseorang yang semula lurus dan benar kemudian terjerumus dalam kesesatan yang nyata. Wal-‘iyadzubillah.

Jumlah dan jenis mereka sangat beragam. Tidak sedikit dari mereka yang berani menghalalkan apa yang telah Allah Ta’ala haramkan seperti zina, khamar, sutera, dan alat-alat musik. Sungguh benarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

Sungguh akan ada sekelompok umatku yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan alat-alat musik.” (HR. Bukhari no. 5590)

Selain itu, ada pula dari mereka yang menyamakan antara hak dan batil dalam perkara jual beli dan perkara riba. Allah Ta’ala berfirman terhadap kaum yang menyamakan dua perkara tersebut.

ذَ ٰ⁠لِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوۤا۟ إِنَّمَا ٱلۡبَیۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰا۟ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَیۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ۚ

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), ‘Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.’ Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Perkara furu’iyyah

Tentu, kita sepakat bahwa dalam perkara furu’iyyah dalam agama ini, kita mengakui berbagai pendapat. Contohnya, berkaitan dengan persoalan fikih seputar jumlah rakaat tarawih, perbedaan penetapan hari raya, persoalan qunut subuh, dan berbagai permasalahan fikih di mana masing-masing pendapat merujuk pada ulama-ulama ahlisunah waljamaah seperti 4 (empat) Imam Mazhab.

Namun, banyak pula pendapat beragam pada perkara ushuliyyah yang tidak dapat ditoleransi lagi karena menyentuh persoalan akidah dan tauhid yang merupakan pondasi keislaman kita yang satu. Seperti perdebatan terhadap eksistensi Allah Ta’ala, kebenaran hari Akhir, siksa kubur, penafsiran terhadap Al-Qur’an yang nyeleneh, dan berbagai aspek yang telah jelas hukumnya dalam agama.

Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ

Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan, dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Perbedaan pada persoalan ushuliyyah ini tidak dapat dimaklumi sebagai sesuatu yang mainstream. Karena perkara halal dan haram telah sangat jelas dapat dipahami dari ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan metode dan praktik yang dilakukan oleh Para sahabat radhiyallahu ‘anhum, tabiin, dan tabiut tabiin rahimahumullah.

Oleh karenanya, berkaca pada diri sendiri yang sangat membutuhkan pertolongan dan petunjuk dari Allah Ta’ala agar tidak mudah tersesat dan terpengaruh pada hal-hal yang menyimpang, kita mesti bertekad untuk senantiasa membentengi diri kita dan keluarga kita dari paham-paham yang jauh menyimpang dari ajaran agama Islam yang lurus.

Sikap terhadap berbagai penyimpangan

Menyibukkan diri dengan mencari-cari kelompok mana yang benar dan keliru, serta membahasnya terlalu detail sejatinya hanya buang-buang waktu, karena saking banyaknya kelompok-kelompok tersebut. Sebut saja seperti syiah, muktazilah, khawarij, murjiah, dan berbagai kelompok lainnya yang menyimpang dari ajaran sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, dalam hadis disebutkan dengan detail jumlah kelompok mereka sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَلاَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .

Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan. Dan sesungguhnya umat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan yang satu golongan akan masuk surga, yaitu ‘Al-Jama’ah.’” (HR. Abu Dawud no 4597, Ad-Darimi no 241, Ahmad no 102, dan lainnya, dari Muawiyah bin Abi Sufyan)

Namun, mengenali ciri khas ataupun karakter mereka adalah perkara yang mesti diketahui oleh setiap muslim agar mampu membentengi akidah dan manhajnya dari pemahaman menyimpang tersebut.

Karenanya, menyiapkan ‘anti-bodi’ bagi diri dan keluarga kiranya menjadi prioritas utama kita. Memahami ciri-ciri kelompok menyimpang tersebut kemudian membentengi diri dengan keislaman dan keimanan, serta ilmu yang kokoh. Demikianlah, upaya kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka sebagaimana firman Allah Ta’ala.

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِیكُمۡ نَارࣰا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَیۡهَا مَلَـٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظࣱ شِدَادࣱ لَّا یَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَاۤ أَمَرَهُمۡ وَیَفۡعَلُونَ مَا یُؤۡمَرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Taḥrīm: 6)

Mudah-mudahan dengan menjaga keimanan dan keislaman tersebut, kita memperoleh keamanan dan petunjuk dari Allah Ta’ala agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak, serta terhindar dari kesesatan. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-An’am : 82)

Benteng utama menghadapi penyimpangan

Saudaraku, bagaimana mungkin kita dapat mengetahui dengan benar beragam karakter kelompok-kelompok yang menyimpang dari ajaran agama yang lurus ini jika tidak dengan ilmu?

Ya, ilmu merupakan karunia Allah Ta’ala yang tak ternilai harganya sebagai benteng utama (selain iman dan takwa) dalam menghadapi berbagai ancaman penyimpangan yang dapat menggerogoti jiwa kita. Dengan ilmu agama yang benar, insyaAllah kita mampu mengenali mana yang hak dan yang batil, bahkan sampai ke hal-hal yang mendetail sesuai dengan konteks yang terjadi di lingkungan kita.

Lihat saja fenomena yang terjadi saat ini. Banyak manusia yang mudah tertipu dengan ‘jubah kebesaran’ seorang yang dianggap alim dalam perkara agama. Padahal, banyak penyimpangan pemahaman yang ia ajarkan yang (wal-‘iyadzubillah) dapat menggiring manusia kepada jurang kesesatan dan jauh dari tuntunan agama yang mulia ini.

Sekali lagi, hanya dengan ilmu, kita kemudian mampu untuk mengenali bagaimana karakteristik manusia, paham, kelompok, ataupun ajaran-ajaran yang melanggar syariat agama yang mulia ini.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْواهُمْ

Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaannya.” (QS. Muhammad:17)

Oleh karenanya, bayangkan, apabila kita merasa cukup dengan ilmu agama yang dimiliki tanpa mendorong diri untuk terus belajar menuntut ilmu, menghadiri kajian, membaca buku, bersahabat dengan alim, dan bertanya kepada mereka tentang perkara agama yang tidak diketahui, maka kita sangat berpotensi untuk terseret pada arus pemahaman-pemahaman yang menyimpang dari agama di zaman yang penuh fitnah ini.

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya hanya orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)

Saudaraku, mari kita bentengi diri dan keluarga kita dengan ilmu. Jadilah hamba Allah yang senantiasa memohon petunjuk jalan kebenaran kepada-Nya, serta paksakanlah diri untuk selalu haus akan ilmu agama yang lurus sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jalan para sahabat, tabiin, serta tabiut tabiin dalam memahami agama yang mulia ini.

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat


Artikel asli: https://muslim.or.id/94990-menjaga-agama-di-tengah-maraknya-penyimpangan.html